Kamis, 22 Maret 2012

Tahapan Perkembangan Pola Ruang Kota Bukittinggi

 

Tambo Koto Jolong

Menurut tambo, atau hikayat asal-usul, Nagari Kurai V Jorong yang kemudian menjadi Kota Bukittinggi, berawal dari suatu koto jolong atau perkampungan awal yang terletak di tengah-tengah Luhak Agam yang sekarang menjadi Kabupaten Agam.

Penduduk Nagari Kurai dikatakan berasal dari Nagari Pariangan, Padang Panjang, ialah sebuah Nagari tertua di Minangkabau, yang terletak di kaki Gunung Merapi sebelah selatan. Mereka turun ke Tanjung Alam (Batusangkar), dan sekata untuk segera mencari tempat menetap. Karena itu tiga belas orang meneruskan perjalanan sampai ke sebuah ranah yang diapit oleh dua buah parik. Ranah inilah koto jolongnya yang dinamai Tigo Baleh, sesuai jumlah tiga belas orang penetap (peneruka) pertamanya. Daerah ini sampai sekarang bernama Tigo Baleh .Para ninik mamak yang Tigo Baleh inilah kemudian bersekata merintis derah pemukiman baru bagi anak kemenakan. Suku koto dan suku selayan membentuk jorong Koto Selayan, yang terdiri dari Koto Layan, yang didiami oleh suku Selayan dan Koto Dalam yang didiami oleh suku Koto. Kemudian terbentuk juga jorong-jorong Mandiangin, Guguak Panjang dan Aur Birugo. Segenapnya bersama-sama membentuk Nagari Kurai Limo Jorong. Penduduknya, ‘urang kurai’, menurunkan penduduk penduduk asli kota Bukittinggi. Nagari ini dikenal juga dengan sebutan Kurai Nan Salingka Aua (Nagari Kurai yang Dikelilingi oeh Aur), karena batas-batas antara jorong-jorong, terutama yang bersebelahan dengan nagari tetangga, ditumbuhi “aua” (aur), sejenis bamboo yang berfungsi sebagai benteng.

Masa Nagari (Tahun …. – akhir abad ke-18)

Nagari Kurai V Jorong terbentuk oleh sebaran daerah permukiman yang ditandai oleh letak mesjid jamik, balai adat dan lapangan Kurai yang berada di tengah jorong-jorong yang ada, serta sebuah pakan, ialah Pasar Kurai. Sampai ke akhir abad ke-18, Nagari-nagari di Sumatera Barat bertumpu pada tambang emas dan pertanian.
Sehabisnya emas, komoditi utama yang menjadi tulang punggung ekonomi Nagari adalah kopi, yang menjadikannya pusat pengumpul dan penyalur komoditi tersebut. Kegiatan perdagangan bergeser dari sekitar balai adat dan lapangan Kurai ke Pakan Kurai di kawasan Bukit Kubangan Kabau, ialah tempat Pasar Atas dalam kota Bukittinggi sekarang. Kawasan ini kemudian berkembang sebagai pusat kekhalayakan dengan berkembangnya kegiatan perdagangan di Pakan Kurai. Hal ini ditandai juga dengan semakin ramainya pedagang-pedagang hinterland di sekitar Nagari Kurai untuk berkunjung / berjualan.

Masa Kolonial (Tahun…-…) (akhir abad ke-18 hingga 1945?)

Belanda membangun Bukit Jirek, yang terletak sebelah barat laut dari Pakan Kurai, sebagai benteng pertahanan menghadapi kaum Paderi, yang juga secara tidak langsung berperan untuk menguasai kegiatan perdagangan yang sedang berkembang. Di kawasan sekitar Pakan Kurai pihak Belanda membangun berbagai sarana yang mendukung penguasaan perdagangan dan pusat pemerintahannya, mulai dari benteng, barak tentara, kantor pemerintah, tangsi (penjara) dan pengembangan Pakan Kurai itu sendiri. Sedangkan pengembangan sarana militer di arahkan ke bagian selatan kota, yaitu kawasan Belakang Balok, yang berada pada pintu gerbang menuju pusat kota dari arah timur dan selatan, sehingga menguasai jalan ke wilayah produksi maupun jalan ke pelabuhan pantai barat. Kawasan militer ini kemudian ditambah dengan dukungan sarana pendidikan. Kawasan Pasar Atas dan Belakang Balok dengan demikian menjadi pusat kota kolonial di tengah-tengah Nagari Kurai V Jorong.

Orde Baru (1970 - kini)

Melalui program pengembangan sarana perdagangan dan transportasi Market Improvement Program (1970) Propinsi Sumatera Barat, di kota Bukittinggi dibangun komplek pertokoan baru pada lokasi Pakan Kurai, karena bangunan pasar dari masa Belanda mengalami kebakaran, dan terminal bus regional Pasar Banto. Di kawasan ini juga terletak kantor-kantor pemerintahan daerah, dan berbagai fungsi-fungsi utama kota, seperti perdagangan dan jasa, pemerintahan dan pendidikan.

Melalui Rencana Induk Kota Bukittinggi 1984-1994, dibangun pusat perkantoran pemerintah di Kawasan Belakang Balok. Hal ini ditandai dengan dipindahkannya Kantor Balai Kota Bukittinggi dari Kawasan Pasar Atas yang semakin berkembang dengan kegiatan perdagangan dan jasa, setelah Bukittinggi dicanangkan sebagai kota wisata pada tahun 1984, ke kawasan Belakang Balok. Pemindahan kantor balai kota ini sekaligus menjadi pemicu perkembangan kawasan Belakang Balok menjadi Kawasan Pusat Pemerintahan daerah kota Bukittinggi. Beberapa pengembangan pembangunan perkantoran pemerintah, pendidikan dan perumahan di arahkan ke kawasan ini. Penarikan fungsi terminal bus regional dan pasar grosir ke kawasan Aur Kuning serta dibangunnya jalan by pass, sekaligus telah mendorong pusat perkembangan baru kota Bukittinggi ke arah bagian timur kota.(Bukittinggi)


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar