Sabtu, 07 April 2012

Freeport: Antara Soekarno, Soeharto dan JFK








Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam
majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di
Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and
Freeport.”
Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967,
namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Dalam
tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport Sulphur, demikian
nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangkrut berkeping-keping ketika terjadi
pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.
Saat itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh
Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport
Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya
terkena imbasnya. Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO
Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun
berkali-kali pula menemui kegagalan.
Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson
yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan
Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu
Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas
Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy
di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna
dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda. Van
Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan
membacanya.
Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport Sulphur
itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga
menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak seperti wilayah
lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada disekujur
tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak
tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan
segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita
itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya
akan bisa bangkit kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan
mata.
Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas
Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak
ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain.
Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk
memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah
terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut
berkilauan ditimpa sinar matahari.
Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain
dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas
dan perak!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD
MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson
memperkirakan jika Freeport akan untung besar dalam waktu tiga tahun sudah
kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada
1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East Borneo
Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut.
Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan
yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian
Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan
Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.
Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald
Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah spertinya
mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan
Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu
memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari
puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur
dari Irian Barat.
Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya
mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui
fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari
AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut.
Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan
perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para
pemimpin Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan
menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan
melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!
Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy
tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan
Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum
Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di
Amerika.
Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak
belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi
kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang
keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun
1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport.
Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain
kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex
(patungan dengan Standard Oil of California). Soekarno pada tahun 1961
memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60persen
labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu
dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh
kebijakan Soekarno ini.
Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar
orang ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang ajaib.
Augustus C.Long juga aktif di Presbysterian Hospital di NY dimana dia pernah
dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika
tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara
tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco. Apa
saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal
sebagai masa yang paling krusial.
Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih
sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Augustus
1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen kepresidenan
AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk
menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara tertentu. Long diyakini salah
satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan
menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our
Local Army Friend.
Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul
21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan mendesak angkatan
darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan.
Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar
adanya.
Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah perwira
loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur
Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport sudah siap
mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu
Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu
darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan
Freeport?
Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata sudah
mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia.
Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius
Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu
Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam
angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional
mereka.
Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang
draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan
tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani
Suharto adalah Freeport!. Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru
dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing
selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah merugikan Indonesia.
Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng
Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA
John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA
Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978.
Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi
perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS
pertahun.
Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis
sebuah buku berjudul “Grasberg” setelab 384 halaman dan memaparkan jika
tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia,
sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia.
Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan
cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan
menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis
jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di
Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!!
Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya
EMASPURA. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung
tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka
Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat
mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun
pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer
langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang
akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh
perampokan besar yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang!!!
Kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas
Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut yang
ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam. Semua emas, perak,
dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika,
meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah
orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup bagai di zaman batu.
Freeport merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini, yang dari
sipil maupun militer. Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar di
dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan
keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana untuk itu
yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang
kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat. Jika
Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.
Sumber : Blog Media Kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar