Jumat, 02 Agustus 2013

Oslan Husein


Oslan Husein (lahir di Padang, Sumatra Barat, 8 April 1931 – meninggal di Jakarta, 16 Agustus 1972 pada umur 41 tahun) , terkenal dengan sebutan Oslan, adalah seorang penyanyi dan aktor Indonesia. Pada era 50-an Oslan terkenal karena menyanyikan lagu-lagu berbahasa Minang. Salah satu lagu yang sangat populer dibawakannya adalah “Kampuang Nan Jauh di Mato”. Oslan Husein Oslan Husein anak ke empat dari tujuh bersaudara, ayahnya seorang pedagang kain Para Karambia bernama Husein. Oslan menghabiskan masa kecilnya di Padang, dan memulai menyukai seni suara sejak masih duduk di Daisan Kotogomikun Gakko (sekarang Sekolah Dasar). Kemudian terus berlanjut hingga SMP. Menginjak SMA karena berbagai hal Oslan tidak menyelesaikan sekolahnya hingga tamat, kebetulan masa SMA Oslan berdekatan dengan masa kemerdekaan Republik Indonesia. Saat menjadi Tentara Pelajar Oslan sering menyanyi untuk menghibur dan membangkitkan semangat kawan-kawannya.[1] Pengalaman bernyanyi pertama kali didapatinya, saat dia mencoba mengamen dengan menyenandungkan ayat-ayat suci Al-Quran di depan gerbang sebuah pasar malam di Padang, kemudian banyak orang yang tertarik dan memberinya uang. Dari pengalaman tersebut Oslan yakin, bahwa dengan tarik suara bisa mendatangkan uang. Oslan juga memiliki selera humor yang cukup tinggi, tetapi dalam menghibur dia sadar, bahwa dia tak akan bisa menjadi seorang pelawak. Timbre suaranya memiliki karakter yang cukup unik, ada sedikit warna genit pada gaya menyanyi popnya.[1] Pada tahun 1950, ketika usianya baru 19 tahun, Oslan nekad merantau ke Jakarta. Di Jakarta dulu ia tinggal di seputar daerah Keramat Sentiong. Oslan mulai mencari-cari pekerjaan di Jakarta, Ia sempat bekerja pada Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Pada suatu waktu bertemulah Oslan dengan sahabat lamanya yang bernama Alwi, kelak orang inilah yang sangat berjasa pada karir Oslan. Kemudian Alwi mencoba membawa dan mengenalkan Oslan pada sebuah grup musik yang bernama Kinantan. Tiga tahun kemudian bersama grup musik tersebut, Oslan mulai bersentuhan dengan dunia film. Seperti pada film “Harimau Tjampa“ (1953). Setelah itu ada beberapa film lagi yang soundtracknya dinyanyikan oleh Oslan. Diantaranya “Arini”(1955), “Daerah Hilang” (1956).[2] Pada masa itu ketenaran Oslan sebagai penyanyi lagu daerah Minang semakin meningkat bersama band “Teruna Ria” yang didirikannya bersama Moes DS pada tahun 1959. Ombak buruih, Urang Tolong, Sinandi-Nandi Menjajah Pasar, adalah beberapa lagu populer yang dinyanyikan Oslan bersama orkes Teruna Ria. Ketenaran Oslan telah dapat disejajarkan dengan orkes-orkes terkenal lainnya seperti Orkes Gumarang dan Orkes Kumbang Tjari. Namun Oslan baru muncul di layar putih pada tahun 1961 lewat film yang berjudul “Detik Detik Berbahaya” , sebagai Pemeran Pembantu bersama sahabat lamanya Alwi, kemudian juga pada film “Seribu Langkah” dan “Kasih Tak Sampai“.[2] Dalam film “Hadiah 2.000.000.” dia menjadi Peran Utama, juga bersama Alwi. Tetapi setelah itu dia lebih banyak memegang Peran Pembantu, diantaranya dalam “Antara Timur dan Barat“ (1963), “Madju Tak Gentar“ (1965), “Belaian Kasih“ (1966). Semenjak tahun 1967, Oslan lebih banyak muncul di panggung sebagai penyanyi dan pelawak bersama kawan duetnya Alwi. Lalu di tahun 1970 bersama Ernie Djohan mereka membentuk grup Erosa (Erni – Oslan – Alwi). Sebagi pengisi tetap acara Siaran ABRI RRI Studio Jakarta. Ia meninggal setelah menderita sakit yang cukup lama di Rumah Sakit Ancol, Jakarta. Filmografi Detik-Detik Berbahaya. 1000 Langkah (1961) Kasih Tak Sampai (1961) Hadiah 2.000.000 – (1962) Antara Timur dan Barat – (1963) Maut Mendjelang Magrib – (1963) Madju Tak Gentar – (1965) Operasi Hansip 13 – (1965) Belaian Kasih – (1966) Perpisahan Oslan Husein Oslan Husein telah tiada. ia meninggal di RS Ancol Jakarta, dalam usia 41 tahun. selain sebagai penyanyi, ia duet dengan Alwi. lagu Kampuang Nan Jauh Dimato, Ombak Buruih, adalah sebagian lagunya. PADA saat terahir dia tidak menyanyi, meskipun dia seorang penyanyi yang baik. Di rumah Sakit Ancol sejak bulan Pebruari yang lalu, dia memegang hari-harinya yang penghabisan. Kawan-kawannya banyak bersimpati, tetapi hanya simpati. Maut menghampiri tubuhnya yang tipis dan membawa nyawanya pergi pada usia yang ke-41. Usia yang sesungguhnya masih banyak mempunyai harapan. “la seorang kawan yang tak pernah minta balas jasa”, puji teman seperjalanannya sejak tahun 1958 yang beranama Alwi. Kawan ini dapat bercerita banyak kisah perantaun Oslan dari tanah Minang sampai ke Kramat Sentiong Jakarta. Oslan Husein nomor empat dalam 7 bersaudara, keturunan pedagang kain Para Karambia yang bernama Husein itu, telah menemukan dirinya di Jakarta di awal tahun 1950. Rupanya disamping memiliki sisa keuletan sebagai bekas Tentara Pelajar, ia juga pandai menghibur. Namun sebagaimana kata Alwi Oslan bukan pelawak, walaupun memang kelihatan selera humornya lumayan. Dia tidak salah memilih bidang, sehingga tersalurlah suaranya yang lantang dan penuh getaran itu dalam rekaman-rekaman yang digemari orang ramai. Gelombang suaranya yang memberi warna genit kepada seni vocal pop yang mulai tumbuh menempatkan lagu-lagunya seperti: Kampuang nan djauh dimato, Ombak buruih, Urang Tolong, Sinandi-nandi menjajah pasar. Dengan orkes bernama Taruna Ria, Oslan dapat menjajarkan dirinya setempat dengan orkes Gumarang dan Kumbang Tjari. Negara. Diluar jabatan penyanyi duet Alwi dengan Oslan sebagai pelawak, memang tidak berhasil. Tetapi toh tjukup membuat segar film-film dimana ia ikut menunjukkan tampangnya yang has. Sejak film bernama “Detik-Detik Berbahaya” tidak kurang dari 30 buah film yang dicampurinya. Dari sana kegiatannya merembes ke panggung-panggung hiburan. Perbedaan menjolok antara struktur tubuh dan materi suaranya, membuat ia selalu muncul dengan menarik. Apalagi segores kumis tipis yang tak mau dikeroknya, mengumpulkan kesan optimis diatas mukanya yang selalu cerah, walau pundaknya yang sedikit lengkung membayangkan suatu derita. Terahir dia muncul di panggung tatkala menjadi pembawa acara dalam malam halal bihalal perantau-perantau Minang awal tahun ini. Di sana dengan lucunya Oslan bertegur sapa dengan para pencopet, agar sementara waktu menghentikan kegiatannya. Ahir Juli yang lalu, Oslan masih sempat pulang ke rumahnya dan nonton permainan raja bola Pele. Kepergiannya kembali ke RS Ancol ternyata merupakan perpisahan selamanya dengan Kramat Sentiong dimana Darlius Nida isterinya kemudian menumpahkan air mata untuknya. “Almarhum hanya bilang akan keluar kota”, kata Alimir Husein, adik Oslan mengenang peristiwa itu dengan perasaan terharu. Sementara itu Alwi, sempat mendengar kalimat berharga Oslan menjelang kepergiannya. “Kalau saya meninggal”, demikian kata penyanyi gigih itu, “saya baru memberi sedikit saja buat negara dan bangsa”. Tempo Edisi. 26/II/02 – 8 September 1972 Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Oslan_Husein http://oplet.blogspot.com/2007/06/oslan-husein.html ©ourtesy of http://laguminanglamo.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar