Hubungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Koalisi putus sudah. Rapat pimpinan Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, memutuskan bahwa PKS telah melanggar kontrak dan code of conduct. Ini merupakan buntut dari sikap mbalelo PKS sebagai bagian dari Setgab Koalisi --yang beranggotakan enam partai, yakni Demokrat, PKS, PAN, PKB, PPP, dan Golkar. PKS, dalam Sidang Paripurna DPR yang membahas usulan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada akhir pekan lalu, memilih berseberangan dengan Setgab Koalisi yang mendukung usulan pemerintah tersebut.
Apakah PKS dikeluarkan dari Koalisi? "Tidak ada istilah dikeluarkan. Memang semua sudah berakhir," jelas Syarief Hasan, Sekretaris Setgab Koalisi, kepada wartawan, seusai pertemuan pimpinan parpol Koalisi (minus PKS) dengan Presiden Yudhoyono, di Puri Cikeas, Bogor, yang berakhir pukul 22.30 WIB, Selasa (3/4). Pertemuan itu dihadiri, antara lain Anas Urbaningrum (PD), Aburizal Bakrie (Golkar), Hatta Rajasa (PAN), Suryadharma Ali (PPP), dan Muhaimin Iskandar (PKB). Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq tidak diundang dalam pertemuan tersebut.
Inti dari rapat tersebut, PKS secara otomatis dianggap mengundurkan diri. Syarief menjelaskan, di kontrak Koalisi dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah yang strategis wajib dilaksanakan anggota Setgab Koalisi. "Kalau ada anggota Koalisi Setgab itu berseberangan, maka anggota koalisi itu harus mengundurkan diri. Keikutsertaannya dalam koalisi ini akan berakhir. Code of conduct-nya demikian," jelas Syarief, yang menjabat Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu.
PKS sendiri, berani mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah, tentu memiliki alasan tersendiri. Menurut Luthfi Hasan Ishaaq, sebagaimana dikutip kader PKS yang duduk di Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Refrizal, sudah cukup PKS menjadi teman yang baik dan sudah tuntas tugas dalam menjaga musyarakah (maksudnya, Koalisi). "PKS harus lebih mengedepankan kesejahteraan rakyat di atas semuanya," ujar Refrizal, mengutip Luthfi.
Cerainya PKS dengan Koalisi ini, tentu membawa dampak terhadap menteri-menteri asal PKS dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Apakah mereka akan dicopot? Sejauh ini Presiden Yudhoyono belum menyatakan secara tegas akan melakukan perombakan (reshuffle) kabinet, meski desakan ke arah sana sudah mengemuka.
Namun politisi PKS, Zulkieflimansyah, sudah memperhitungkannya. "Bisa jadi berimbas ke kedudukan menteri, apalagi kementerian yang dijabat kader PKS merupakan kementerian yang strategis, seperti Menkominfo dan Menteri Pertanian. Itu banyak yang mau," ungkapnya kepada reporter Gatranews, Iwan Setiawan, Selasa, di Jakarta. Meski demikian, Zul, sapaan akrab anggota Komisi VII DPR itu memperkirakan, semua menteri asal PKS tidak akan mempermasalahkannya. "Saya kira semua berpendapat sama, nggak masalah," ujarnya.
Salah seorang menteri dari PKS, Menteri Pertanian Suswono, menyatakan kesiapannya untuk di-reshuffle, terkait sikap PKS yang tidak sejalan dengan Koalisi dalam menyikapi kebijakan menaikkan harga BBM. "Dari dulu pertama kali diangkat jadi menteri, maka saya harus siap juga direshuffle," kata Suswono, usai menghadiri acara "One Day No Rice" di Balai Kota Depok, Selasa.
Akankah diceraikannya PKS dari Koalisi ini berdampak pada kursi Koalisi di DPR? Seorang politisi Partai Amanat Nasional menyatakan keyakinannya, bahwa Koalisi akan tetap kuat, pasca-hengkangnya PKS dari Koalisi. "Saya rasa tidak ada masalah, tetap kuat. Memang berkurang kursi di DPR, tapi tetap mayoritas," kata Viva Yoga Mauladi, Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR, kepada wartawan, Senin, di Jakarta.
Konsekuensi berkurangnya parpol anggota Koalisi, adalah bertambahnya parpol oposisi pemerintah. Mudah-mudahan ini akan membawa angin segar bagi kehidupan politik negeri ini. [TMA, Ant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar