Selasa, 12 November 2013

Proyek JSS Tak Bisa Groundbreaking 2014

http://www.suarapembaruan.com
Senin, 29 Juli 2013 | 12:00




[JAKARTA] Pemerintah pesimistis pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) dapat dikonstruksi atau groundbreaking pada 2014, karena belum ada kejelasan mengenai studi kelayakan (feasibility study/FS). Apalagi, studi kelayakan proyek senilai Rp 200 triliun tersebut dijadwalkan rampung pada tahun depan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah harus memastikan studi kelayakan pembangunan JSS ini clear and clearsebelum dilakukan groundbreaking pada tahun ini. "Saya pesimistis megaproyek pembangunan JSS bisagroundbreaking 2014, karena waktu saya habis dua tahun hanya untuk membahas studi kelayakan khususnya soal pendanaan," ujar dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hatta mengatakan, pemerintah juga harus realistis dalam menetapkan target pembangunan JSS ini karena akan berdampak pada pemerintahan yang akan datang. Menurut dia jika proyek pembangunan JSS ini dianggap penting, pada tahun ini pemerintah harus segera memastikan bahwa studi kelayakan sudah ada kejelasan.

Menurut dia, saat ini sudah ada dua opsi yang ditetapkan Tim Tujuh untuk studi kelayakan pembangunan JSS, yaitu didanai sepenuhnya oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau didanai badan usaha milik negara (BUMN) dengan konsorsium pemrakarsa PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS).

Hatta mengatakan berdasarkan hasil rapat yang dilakukan baru-baru ini dengan Tim Tujuh, sebagian besar dari tim lebih memilih agar proyek JSS didanai oleh BUMN dan konsorsium pemrakarsa. Namun, keputusan itu belum final karena dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Chatib Basri tidak hadir.

Hatta juga menegaskan bahwa studi kelayakan pembangunan JSS masih dibahas dan ditargetkan selesai pada 2014. Anggaran yang dibutuhkan untuk studi kelayakan itu cukup besar, yakni berkisar Rp 1,5 triliun. Sedangkan untuk pembangunan jembatan yang menghubungkan Jawa dan Sumatera tersebut dibutuhkan anggaran sekitar Rp 200 triliun.

"Studi pembangunan JSS ini sudah lama dilakukan, bahkan sejak zaman Presiden Bung Karno, dan memang sangat layak. Tugas kita sekarang harus merealisasikan pembangunannya," tandas dia.

Sementara itu, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak sebelumnya menuturkan, proyek JSS diharapkan dapat menumbuhkan delapan klaster kawasan ekonomi di sekitar wilayah proyek tersebut. Kedelapan klaster tersebut menjadi bagian dari kawasan strategis dan masuk tata ruang wilayah nasional.

Kedelapan klaster itu di antaranya kawasan Paninmbang di Banten disiapkan menjadi wilayah pengembangan pariwisata, Cilegon sebagai kawasan industri, Serang sebagai pusat perdagangan, dan Maja dialokasikan sebagai wilayah permukiman. Adapun Lampung selatan dan Lampung Timur dijadikan wilayah pertanian dan perkebunan, Bandar Lampung sebagai pusat pemasaran, dan Pringsewu menjadi wilayah produksi hasil pertanian dan industri pengolahan.

Kedelapan klaster tersebut dinilai memiliki kriteria untuk dikembangkan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Adapun kriteria itu antara lain memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh, memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, memiliki potensi ekspor, serta didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi.

“Selain itu, memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi, serta berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,” papar Hermanto.

Guna mendorong pertumbuhan kawasan-kawasan ekonomi di Lampung dan Banten itu, Hatta melanjutkan, pemerintah telah memprogramkan pembangunan tiga jalan tol di Sumatera, yakni di Lampung, Palembang, dan Dumai. "Anggaran untuk pembangunan tiga jalan tol tersebut mencapai Rp5 triliun, dan Rp 2 triliun di antaranya akan kami serahkan tahun ini kepada BUMN, sedangkan Rp 3 triliun sisanya diberikan pada 2014," ujarnya. [ID/H-12]





Kamis, 07 November 2013

H. Anif Shah: Ikon Baru Pengusaha Sum-Ut

Copyright © Pengusaha Medan

Selasa, 16 Februari 2010Bagi masyarakat Sumatera Utara, nama Anif Shah dikenal cukup luas, terutama karena kedermawanan dan kesuksesannya sebagai pengusaha. Anif adalah pengusaha sekaligus pemilik Grup Anugerah Langkat Makmur (Alam) yang bisnisnya mencakup bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit, properti, kompos, SPBU, sarang burung walet, dll. Anif dan keluarganya juga aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan Sum-Ut.

Tonggak popularitas Anif, antara lain, sukses membangun megaperumahan mewah di Medan, Kompleks Cemara Asri dan Cemara Abadi. Maklum, kompleks perumahan ini terbilang paling mewah di Medan, selain Kompleks Setiabudi, dengan harga per unit di atas Rp 2,5 miliar. “Kami punya sekitar 300 hektare tanah di kompleks ini, tetapi yang dibuka baru 130 ha,” kata Musa Rajecksjah, putra Anif yang ditugasi sebagai Dirut Alam.

Anif mulai menggeluti bisnis perkebunan sawit tahun 1982. “Waktu itu perkebunan sawit di Sum-Ut belum populer. Tanah masih murah dan pemainnya sedikit,” ujar Musa yang juga pembalap dan Ketua IMI Sum-Ut itu. Anif mulai membuka usaha perkebunan dengan skala kecil. Awalnya hanya sekitar 1.500 ha di Langkat. Namun, dari situ terus dikembangkan. Mulanya hanya punya lahan di Langkat, kini sudah punya di Deli Serdang, Mandailing Natal dan Riau. “Total lahan kami sekitar 30 ribu ha,” kata Musa yang mulai dilibatkan mengelola bisnis sawit keluarga pada 2004. Yang jelas, meski sudah punya pabrik pengolahan kelapa sawit di Langkat, Alam berencana membangun empat pabrik lagi.

Salah satu yang menonjol dari perkebunan Grup Alam dibanding perkebunan swasta lainnya ialah soal manajemen plasma dan kemitraan dengan petani. Alam memang ingin maju bersama petani di lingkungan kebunnya. Tak mengherankan, di Mandailing Natal Alam punya 3.000 petani plasma dan di Langkat memiliki 233 KK. Sementara perusahaan perkebunan lain, sesuai dengan aturan pemerintah, memberi lahan ke petani plasma per KK seluas 2 ha, Alam memberi lahan seluas 3 ha per KK. “Karena itu, di kebun kami hubungan dengan petani sangat baik dan kami beberapa kali mendapatkan penghargaan dari pemerintah,” papar Musa yang juga menjelaskan, kebun dan pabriknya pernah dijadikan studi banding oleh Kementerian Pertanian Belanda.

Musa yang biasa dipanggil Ijeck bertekad mengembangkan bisnis perkebunan keluarganya dan ke depan bisnis perkebunan akan menjadi inti, selain pengembangan perumahan. Tak aneh, meski perusahaan daerah, pihaknya serius belajar manajemen modern dengan mengundang konsultan ISO dunia, TÃœV Rheinland Group. “Awalnya hanya ingin belajar dari mereka, tidak tahunya mereka menyarankan sekalian sertifikasi dan audit,” tutur penggemar Harley-Davidson ini seraya menjelaskan, perusahaannya telah mendapatkan ISO 9001:2000.

Karena implementasi konsep manajemen modern pula, ketika harga CPO pernah jatuh tahun 2008, pihaknya bisa selamat. “Waktu itu kami sempat rugi tiga bulan. Cuma karena kami bisa mengelola cadangan dana, kami bisa selamat,” ujarnya. Ini berbeda dari para petani lain yang banyak gulung tikar karena tidak mengelola dana cadangan dengan baik.

Selain perkebunan, properti dan SPBU, Grup Alam juga sudah mulai memasuki bisnis pembuatan kompos dengan mengolah limbah CPO. Adapun bisnis walet gua di pinggiran Sum-Ut lebih banyak dimanfaatkan untuk membantu masyarakat di tiga desa di sekitar gua, baik untuk mendirikan sekolah, menaikkan haji petani maupun memberi beasiwa. “Bisnis walet sudah tidak kami konsolidasikan keuangannya ke Grup karena bapak saya maunya untuk kegiatan sosial saja,” tutur Musa.

Menurut Musa, ayahandanya memang banyak berderma sebagai bagian dari syukur karena diberi kemurahan rezeki oleh Yang di Atas. “Orang tua saya dulu orang susah. Pernah karena nggak punya beras, lalu beras yang ada dijadikan bubur supaya bisa dibagi banyak orang, 9 anak,” ujarnya mengenang sang ayahn. “Bapak saya merasa tersayat untuk bangkit ketika anaknya harus nonton teve tetangga karena kami belum memiliki televisi,” lanjutnya tentang kejadian masa kecil puluhan tahun lalu.

Kini, jangankan nonton teve, membeli stasiun teve pun, rasanya Anif mampu. Namun Musa, sang putra mahkota, memilih tidak membeli stasiun teve, melainkan membangun sirkuit balap mobil. Tak lama lagi dia juga akan menjadi distributor Harley-Davidson di Sum-Ut. “Ah, itu cuma untuk menyalurkan hobi saya,” tutur pria berdarah Arab itu kalem.


2 KOMENTAR:

madan sagala mengatakan...
semoga segala usaha yang bapak lakukan berbuah kesuksesan
pristi.one2 mengatakan...
Kalau semua pengusaha di indonesia seperti bapak pasti Negara ini akan Sejahtera,makmur...lanjutkan terus pak....

Rahmat Shah - DR. H. Rahmat Shah : Anggota DPD Perwakilan Sumatra Utara